TUMOR MEDULA SPINALIS
4:09 PM Edit This 0 Comments »
A.
PENDAHULUAN
Medula spinalis tersusun
dalam kanalis spinalis dan diselubungi oleh sebuah lapisan jaringan konektif,
dura mater. Tumor medula spinalis merupakan suatu
kelainan yang tidak lazim, dan hanya sedikit ditemukan dalam populasi. Namun,
jika lesi tumor tumbuh dan menekan medula spinalis, tumor ini dapat menyebabkan
disfungsi anggota gerak, kelumpuhan dan hilangnya sensasi.
Gambar
1. Diagram otak, tulang belakang dan medulla spinalis. Pembesaran gambar
menunjukkan struktur dari medulla spinalis
B.
KLASIFIKASI
Tumor pada medulla spinalis
dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor metastasis. Kelompok yang dominan
dari tumor medula spinalis adalah metastasis dari proses keganasan di tempat
lain. Tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama,
kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal, diklasifikasikan
menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural
sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada
substansi dari medula spinalis itu sendiri–intramedullary tumours-serta tumor
yang tumbuh pada ruang subarachnoid (extramedullary).
Distribusi anatomi dari tumor medulla spinalis berdasarkan gambaran
histologisnya:
- Ekstra dural
Chondroblastoma
Chondroma
Hemangioma
Lipoma
Lymphoma
Meningioma
Metastasis
Neuroblastoma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Osteochondroma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral hemangioma
- Intradural ekstramedular
Ependymoma, tipe myxopapillary
Epidermoid
Lipoma
Meningioma
Neurofibroma
Paraganglioma
Schwanoma
- Intardural intramedular
Astrocytoma
Ependymoma
Ganglioglioma
Hemangioblastoma
Hemangioma
Lipoma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Neurofibroma
Oligodendroglioma
Teratoma
Gambar 2, letak tumor medulla spinalis, ed = ekstradural; ie =
intradural ekstramedular; ii = intradural intramedular*
C.
ETIOLOGI
Patogenesis dari neoplasma
medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel
normal pada tempat tersebut. Riwayat genetik terlihat sangat berperan dalam
peningkatan insiden pada keluarga tertentu atau syndromic group (neurofibromatosis).
Astrositoma dan neuroependymoma merupakan jenis yang tersering pada pasien
dengan neurofibromatosis tipe 2, yang merupakan kelainan pada kromosom 22.
Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan von
hippel-lindou syndrome sebelumnya,yang merupakan abnormalitas dari
kromosom 3.
D.
EPIDEMOLOGI
Insiden dari semua tumor
primer medula spinalis sekitar 10% sampai 19% dari semua tumor primer susunan
saraf pusat. (SSP), dan seperti semua tumor pada aksis saraf, insidennya
meningkat seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis kelamin tertentu hampir
semuanya sama, kecuali pada meningioma yang pada umumnya terdapat pada wanita,
serta ependymoma yang lebih sering pada laki-laki. Sekitar 70% dari tumor
intradural merupakan ekstramedular dan 30% merupakan intramedular.
Insiden
tumor primer medulla spinalis berdasarkan lokasi
Thorakal: 50%-55%
Lumbal: 25%-30%
Servikal +
Foramen magnum:15%-25%
Tumor intradural
intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor
intramedular yang paling sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering
didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan(30-39 tahun) dan lebih
jarang terjadi pada usia anak-anak. insidensi ependidoma kira-kira sama dengan
astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.
Diperkirakan 3% dari
frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis.
Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga dekade
pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering
pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada
anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60%
dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal.
Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus
medialis.
Hemangioblastoma merupakan
tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua
tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun,
namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS)
biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio
laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.
Tumor intradural
ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Berdasarkan
table 3, schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi
laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering
pada daerah lumbal.
Meningioma merupakan tumor
kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma
menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal
meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada
daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.
E.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinik dari tumor
pada aksis spinal tergantung dari fungsi pada daerah anatomis yang terkena.
Tumor medulla spinalis dapat menyebabkan gejala lokal dan distal dari segmen
spinal yang terkena ( melalui keterlibatan traktus sensorik dan motorik pada
medula spinalis.) akibat organisasi anatomik dalam medula spinalis, maka
kompresi lesi-lesi diluar medula spinalis biasanya menimbulkan gejala dibawah
tingkat lesi. Tingkat gangguan sensorik naik secara berangsur-angsur bersama
dengan meningkatnya kompresi, dan melibatkan daerah yang lebih dalam. Lesi yang
terletak jauh didalam medula apinalis mungkin tidak menyerang serabut-serabut
yang terletak sperfisial, dan hanya menimbulkan disosiaasi sensorik, yaitu
sensasi nyeri dan suhuyang hilang, dan sensasi raba yang masih utuh. Kompresi medula spinalis akan mengakibatkan
ataksia karena mengganggu sensasi posisi.
Gambaran klinik pada tumor
medulla spinalis sangat ditentukan oleh lokasi serta posisi pertumbuhan tumor
dalam kanalis spinalis.
a.
Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor
1.
Tumor foramen magnum
Gejala
awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesi
dermatom daerah vertebra servikalis 2 (C2). Setiap aktivitas yang meningkatkan
tekanan intrakranial (misal, batuk, mengedan, mengangkat barang atau bersin)
dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik
pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang
kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadraplegia spastik dan hilangnya sensasi
secara bermakna. Gejala lainnya adalah pusing, disatria, disfagia, nistagmus,
kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastiodeus
dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup
hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastic, palsy N.IX
sampai XI, dan kelemahan ekstremitas.
2.
Tumor daerah servikal
Lesi daerah servikal menimbulkan gejala sensorik dan motorik mirip
lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga melibatkan
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas diduga disebabkn
oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melaui arteria spinalis anterior.
Pada umumnya terdapat kelemahan dan artrofi gelang bahu dan lengan. Tumor
servikalis yang lebih rendah ( C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps,brakhioradialis, triseps). Defisit sensorik
membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6,
melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7; dan lesi C7 menyebabkan
hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
3.
Tumor daerah thorakal
Penderita lesi daerah thorakal seringkali datang dengan kelemahan
spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian
mengalami parastesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan
tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat
intrathorakal dan intraabdominal. Pada lesi thorakal bagian bawah, refleks
perut bagian bawah dan tanda beevor dapat menghilang.
4.
Tumor daerah lumbosakral
Kompresi segmen lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks
perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan
fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks
lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda babynski bilateral. Nyeri umunya
dialihkan ke selangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan
segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot
perineum, betis dan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang
disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang
mengenai daerah sakral bagian bawah.
5.
Tumor kauda ekuina
Lesi dapat menyebabkan nyeri radikular yang dalam., kelemahan dan
atrofi dari otot-otot termasuk gluteus, otot perut, gastrocnemius, dan otot
anterior tibialis. Refleks APR mungkin menghilang, muncul gejala-gejala
sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada
sakrum dan perineum yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid
terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.10 Refleks
lain dapat terpengaruh tergantung letak lesi.
b. Perjalanan klinis tumor
berdasarkan letak tumor dalam kanalis spinalis .
1.
Lesi Ekstradural
Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ektradural adalah kompresi
cepat akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna vertebralis,
atau perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul gejala kompresi medula
spinlis, maka dengan cepat fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali.
Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat
lesi merupakan tanda awal kompresi medula spinalis.
2.
Lesi Intradural
a) Intradural
Ekstramedular
Lesi medula spinalis ekstramedular menyebabkan kompresi medula
spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena. Sindrom
Brown-Sequard mungkin disebabkan oleh kompresi lateral medula
spinalis.Sindrom akibat kerusakan separuh medula spenalis ini ditandai dengan
tanda-tanda disfungsi traktus kortikospinalis dan kolumna posterior ipsilateral
di bawah tingkat lesi. Pasien mengeluh nyeri, mula-mula di punggung dan
kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan,
batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri
yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang
sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek
pemendekan dari gravitasi. Defisit sensorik mula-mula tidak jelas dan terjadi
di bawah tingkat lesi (karena tumpah tindih dermaton). Defisit ini
berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medula spinalis. Tumor
pada sisi posterior dapat bermanifestasi sebagai parestesia dan selanjutnya
defisit sensorik proprioseptif, yang menambahkan ataksia pada kelemahan. Tumor
yang terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik ringan tetapi dapat
menyebabkan gangguan motorik yang hebat.
b) Intradural
Intramedular
Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian
tengah dari medula spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta
neuron-neuron substansia grisea. Kerusakan serabut-serabut yang menyilang ini
mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas ke seluruh
segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit
perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya
besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas sensasi yang
lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Perubahan fungsi
refleks renggangan otot terjadi kerusakan pada sel-sel kornu anterior.
Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi disebabkan oleh keterlibatan
neuron-neuron motorik bagian bawah. Gejala dan tanda lainnya adalah nyeri
tumpul sesuai dengan tinggi lesi, impotensi pada pria dan gangguan sfingter.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis
semua tipe tumor medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan
gambaran ruang dan kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini
tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lain.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen
intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat menyebabkan erosi
atau tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus
vertebra serta pelebaran jarak interpendikular.
Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. tumor
intradural-ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang
berbentuk bulat pada pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan
pelebaran fokal pada bayangan medula spinalis.
Gambar 3, gambaran MRI tumor medula
spinalis (intradural intramedular)
Gambar 4, gambaran MRI tumor intradural ekstramedular
b.
CSF
Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat bermanfaat
untuk differensial diagnosis ataupun untuk memonitor respon terapi. Apabila
terjadi obstruksi dari aliran CSS sebagai akibat dari ekspansi tumor, pasien
dapat menderita hidrosefalus. Punksi lumbal harus dipertimbangkan secara
hati- hati pada pasien tumor medula spinalis dengan sakit kepala (terjadi
peninggian tekasan intrakranial).
Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi),
protein dan glukosa.Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa dan
sitologi yang normal didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis, walaupun
apabila telah menyebar ke selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan
sitologi yang menunjukkan malignansi. Adanya xanthocromic CSS dengan tidak
terdapatnya eritrosit merupakan karakteristik dari tumor medula spinalis yang
menyumbat ruang subarachnoid dan menyebabkan CSS yang statis pada daerah kaudal
tekal sac.
G.
DIAGNOSIS
Diagnosis tumor medula
spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis serta
penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan klinis berupa fungsi medula
spinalis akan hilang sama sekali disertai Kelemahan spastik dan hilangnya
sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang berlangsung cepat.
Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar penderita tumor akan
memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedikulus dan
korpus vertebra. Myelogram dapat memastikan letak tumor.
Pada tumor ekstramedular,
gejala yang mendominasi adalah kompresi serabut saraf spinalis, sehingga yang
paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di
sepanjang radiks spinal. Seperti
pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk,
bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang
menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit,
yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari
gravitasi. Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat
segmen medulla spinalis. Pada tomor ekstramedular, kadar proteid CSS hampir
selalu meningkat. Radiografi spinal dapat memperlihatkan pembesaran foramen dan
penipisan pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor ekstradural, myelogram,
CT scan, dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.
Pada tumor intramedular, Kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada
substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang
meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan
kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya
utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya
modalitas senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi.
Radiogram akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi
pedikulus. Pada myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla
spinalis.
H.
DIAGNOSIS BANDING
Tumor medula spinalis harus
dibedakan dari kelainan-kelainan lainnya pada medula spinalis. Beberapa
diferensial diagnosis meliputi : transverse myelitis, multiple sklerosis,
syringomielia, syphilis,amyotropik lateral sklerosis (ALS), anomali pada
vertebra servikal dan dasar tengkorak, spondilosis, adhesive arachnoiditis,
radiculitis cauda ekuina, arthritis hipertopik, rupture diskus
intervertebralis, dan anomaly vascular.
Multiple sklerosis dapat dibedakan dari tumor medula spinalis dari sifatnya
yang mempunyai masa remisi dan relaps. Gejala klinis yang disebabkan oleh lesi
yang multiple serta adanya oligoklonal CSS merujuk pada multiple sklerosis.
Transverse myelitis akut dapat menyebabkan pembesaran korda spinalis yang
mungkin hampir sama dengan tumor intramedular.
Diferensial diagnosis antara syringomielia dan tumor intramedular sangat
rumit, karena kista intramedular pada umumnya berhubungan dengan tumor
tersebut. Kombinasi antara atrofi otot-otot lengan dan kelemahan spastic pada
kaki pada ALS mungkin dapat membingungkan kita dengan tumor servikal. Tumor
dapat disingkirkan apabila didapatkan fungsi sensorik yang normal, adanya
fasikulasi, dan atrofi pada otot-otot kaki. Spondilosis servikal, dengan atau
tanpa rupture diskus intervertebralis dapat menyebabkan gejala iritasi serabut
saraf dan kompresi medulla spinalis. Osteoarthritis dapat didiagnosis melalui
pemeriksaan radiologi.
Anomali pada daerah servikal atau pada dasar tengkorak, seperti platybasia atau klippel-feil
syndrome dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologi. Kadang
kadang arakhnoiditis dapat memasuki sirkulasi dalam medulla spinalis yang dapat
menunjukkan gejala seperti lesi langsung pada medulla spinalis. Pada
arakhnoiditis, terdapat peningkatan protein CSS yang sangat berarti.
Tumor jinak pada medulla spinalis mempunyai ciri khas berupa pertumbuhan
yang lambat namun progresif selama bertahun-tahun. Apabila sebuah neurofibroma
tumbuh pada radiks dorsalis, akan terasa nyeri yang menjalar selama
bertahun-tahun sebelum tumor ini menunjukkan gejala-gejala lainnya yang
dikenali dan didiagnosis sebagai tumor. Sebaliknya, onset yang tiba-tiba dengan
defisit neurologis yang berat, dengan atau tanpa nyeri, hampir selalu
mengindikasikan suatu tumor ekstradural malignan, seperti karsinoma metastasis
atau limfoma.
I.
TERAPI
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara
total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor
intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan
neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor
yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan
tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi
radiasi post operasi.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
1.
Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla
spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat
mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada
hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk
tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya,
aman dan merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5
bulan, mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat
beraktifitas kembali.
2.
Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla
spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan
memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor
yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang terkena.
3.
Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya
mempunyai sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat
meningkatkan fungsi neurologis untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak
dilakukan untuk jangkawaktu yang lama. Walaupun steroid dapat menurunkan edema
vasogenik, obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi
tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan ulkus
gaster, hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko cushing
symdrome dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka
keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen kemotaksis
pada CSS.
J.
PROGNOSIS
Tumor dengan gambaran
histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis yang buruk terhadap
terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan
total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu
yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status
pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60
tahun).
ASUHAN
KEPERAWATAN TUMOR MEDULA SPINALIS
1.
Pengkajian
a. Data dasar ;
nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan
b. Riwayat
kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor
pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit
neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
c.
Aktivitas /
istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda :
perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam
keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi
tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
d.
Sirkulasi, Gejala :
nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah
atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e.
Integritas Ego,
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda :
cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f.
Eliminasi :
Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g.
Makanan / cairan ,
Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah
(mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
h.
Neurosensori,
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan
baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan
kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada
mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris,
genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese,
quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i.
Nyeri / Kenyamanan,
Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya
lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j.
Pernapasan, Tanda :
perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes
insipidus.
l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi,
kelemahan
m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk,
karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit,
ulserasi
n. Seksualitas,
Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan)
o. Interaksi sosial
: ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga,
dukungan), fungsi peran.
2.
Masalah keperawatan
a. Kelumpuhan
b.Gangguan
sensibilitas
c. Gangguan
nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
d. Gangguan
sistem cerna
e. Kesukaran
dalam buang air besar dan buang air kecil
f. Perawatan
khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung
3.
Diagnosa keperawatan
a. Nyeri (akut) /
kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan
nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku
berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi
aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan
pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien
melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan
atau nyeri
Intervensi :
1) Kaji keluhan
nyeri
2) Observasi
keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik
diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
3) Anjurkan untuk
istirahat denn tenang
4) Berikan kompres
panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
5) Lakukan
pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi
terhadap sentuhan
6) Sarankana pasien
untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini
“
7) Berikan
analgetik / narkotik sesuai indikasi
8) Berikan
antiemetiksesuai indikasi
b. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting
dan mobilitas yang b. d gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil : kebutuhan
perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi,
kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan
rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi :
1)
Kaji tingkat
kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
2)
Bantu saat pasien
makan sesuai kebutuhan
3) Lakukan
perawatan kateter setiap hari
4) Lakukan higiene
oral setiap hari
5) Lakukan latihan
rentang gerak pasif untuk ekstremitas
6) Bantu dan
ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan
memeras, bola karet.
7) Lakukan
perawatan kulit : gosok punggung
8) Berikan higiene
secara total sesuai indikasi
9) Berikan bantuan
nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan
10)
Jelaskan
pentingnya perawatan diri.
c. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi
sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ),
ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi
motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu,
konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan,
perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat
dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan
dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan
gaya hidup.
Intervensi :
1)
Kaji secar teratur
perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir
2)
Kaji kesadaran
sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul,
keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya
masalah penglihatan
3) Observasi repon
perilaku
4) Hilangkan suara
bising / stimulus ang berlebihan
5) Berikan stimulus
yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi
secara fisik dan psikologis
6) Kolaborasi :
7) pemberian obat
supositoria gna mempermudah proses BAB
8) konsultasi
dengan ahli fisioterapi / okupasi
d. Gangguan
mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan
untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan
posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan
kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik /
perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
1)
Kaji rasa nyeri,
kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
2)
Berikan suatu alat
agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu
pemanggil
3) Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan
sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha
secara teratur
4) Letakkan tangan
dalam posisi kedalam ( melipat )
5) Tinggikan
ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
6) Buat rencana
aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu
7) Berikan posisi
alih baring setiap 2 jam
8) Monitor
tanda-tanda vital
9) Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi
e. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola
napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat
dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda
vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak
terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
1) Kaji dan catat
perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
2) Auskultasi bunyi
pernafasan
3) Angkat kepala
tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
4)
Anjurkan utuk
bernapas dalam, jika pasien sadar
5) Kaji kemampuan
dan kualitas batuk
6) Monitor
tanda-tanda vital
7) Waspada bahwa
trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
8) Lakukan
penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
9) Pantau
pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
10) Berikan
O2 sesuai indikasi
11) Lakukan fisioterapi
dada jika ada indikasi
SUMBER
PUSTAKA
Brunner
& Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8
Vol 3 , EGC, jakarta
Long C,
Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK
Pajajaran; 1996
Lynda Juall
Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997. Diagnosa Keperawatan, ed 6.
EGC.Jakarta
Marilyn E.
Doenges, et al, 1997. Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC. jakarta
Padmosantjojo,
R.M.2000. Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf.
FKUI. Jakarta
Smeltzer
Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3.
Jakarta : EGC.
Sylvia A.
Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995. Patofisiologi, konsep
klinik proses- proses penyakit ed. 4. EGC. Jakarta
0 comments:
Post a Comment