DILEKSIA
3:53 PM Edit This 0 Comments »
1.
Apa yang dimaksud dengan disleksia?
Disleksia
berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan
kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ”
kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan
dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa
yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat
intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan
lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi
yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan
kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan
dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan
mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut
Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita
disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun
sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera
pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana
saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke
dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.
2. Disleksia dan otak kita.
Tahun
1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus
dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896,
British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai
seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu
menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan
teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja
namanya sendiri.
Beberapa
teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa
penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara
umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari
garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari
kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
3. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak
ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis
disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari
orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau
psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga
terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak
(mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis
(mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis
(mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru
sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga. Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
- Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
- Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
- Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
- Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
- Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
- Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
- Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
- tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat padat, mana-nama).
- Daya ingat jangka pendek yang buruk
- Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
- Tulisan tangan yang buruk
- Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
- Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
- Kesulitan dalam mengingat kata-kata
- Kesulitan dalam diskriminasi visual
- Kesulitan dalam persepsi spatial
- Kesulitan mengingat nama-nama
- Kesulitan / lambat mengerjakan PR
- Kesulitan memahami konsep waktu
- Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
- Kebingungan atas konsep alfabet dan symbol
- Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
- Kesulitan membedakan kanan kiri Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
- Salah pelafalan kata-kata yang panjang
- Bicara tidak lancer
- Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi Kesulitan dalam membaca:
- Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
- Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
- Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
- Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
- Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
- Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
- Kesulitan mengeja
- Membaca sangat lambat dan melelahkan
- Tulisan tangan berantakan
- Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
- Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain. (Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)
4.
Penyembuhan Disleksia
Penelitian
retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan
kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau
“berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun
karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan
yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut. Mengingat demikian “kompleks”nya
keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa
anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa
anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang
tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula
intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi
yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
0 comments:
Post a Comment