Mengenali masalah gangguan belajar anak dari segi okupasi dan sensori integrasi
3:50 PM Edit This 0 Comments »
Masih
banyak sekali tenaga pengajar atau guru di sekolah belum mengetahui masalah
sesungguhnya mengapa anak peserta didiknya menjadi “malas”, “tidak mau
menulis”, “kurang huruf saat menulis atau membaca”, “tidak konsentrasi” ataupun
“tidak mau mendengar”. Sering sekali para tenaga pengajar sangat mudah sekali
“mencap” anak sebagi anak yang “nakal”, “malas” ataupun “bodoh”. Tenaga
pengajar yang baik atau bijak sana seharnya tidak dapat dengan mudah mencap
anak nakal, malas atau bodoh.
Akan lebih baik apabila sebelum memberikan cap
kepada seorang anak anak terlebih dahulu melihat kepada faktor dari luar dan
faktor dari dalam diri anak. Faktor dari luar seperti pola asuh keluarga,
lingkungan tempat tinggal dan bermain mungkin dapat kita observasi di lingkungan
aslinya ataupun dapat menanyakan langsung kepada orang-orang yang berhubungan
dengan anak. Yang paling sulit adalah untuk melihat ataupun memahami faktor
dari diri anak, seperti, taraf kecerdasan, masalah visual, persepsi
perseptual), dan gerak tubuh (motor).
•
Visual
Banyak anak menunjukkan
kesulitan dalam hal oculo-motor control (kontrol otot mata) ketika diasses.
Dalam kegiatan yang sederhana yang mengharuskan penggunaan objek, misalnya
pensil, anak gagal memberikan respons yang sesuai. Jika kita memahami bahwa
penglihatan adalah suatu indra yang dasar dan penting di lingkungan belajar,
ketidakmampuan menunjukkan dasar gerakan-gerakan oculo-motor akan memberikan
konsekuensi yang signifikan. Kesulitan dalam mengikuti jejak secara horizontal
(horizontal tracking) – mempengaruhi kemampuan membaca – dengan kecenderungan
melompati kata-kata/baris tertentu, dll. Kesulitan dalam hal memadukan data
(convergence) – menyebabkan kelelahan di mata – perhatikan apakah mata sering
digosok saat membaca dan juga kemampuan yang kurang baik dalam bermain bola.
Gerakan mata yang cepat di antara 2 benda (saccadic) – menyebabkan anak
mempunyai kesulitan menyalin dari halaman/papan tulis karena mereka kehilangan
titik / tempat acuan / referensi.
•
Perceptual
Dapat didefinisikan bukan
hanya sebagai apa yang dilihat tetapi bagaimana otak kita menginterpretasikan
apa yang kita lihat. Kesulitan yang paling umum ditemukan adalah dalam bidang
visual figure – tugas yang mengharuskan anak menemukan bentuk tertentu yang
tersembunyi dalam latar belakang dan dapat diasosiasikan dengan pengamatan
‘melihat’ tetapi tidak memperhatikan.
Ingatan visual yang kurang baik (jangka pendek) sering mengindikasikan kesulitan dalam membaca, terutama di mana metode membaca tertentu digunakan (‘slight’ method of reading). Anak sering gagal mengenali kata baru padahal dia baru saja membacanya di 2 – 3 baris sebelumnya. Pada anak yang lebih kecil, sering juga terjadi keterbalikan membaca yang umum – p, b, d; saw menjadi was, dsb.
Ingatan visual yang kurang baik (jangka pendek) sering mengindikasikan kesulitan dalam membaca, terutama di mana metode membaca tertentu digunakan (‘slight’ method of reading). Anak sering gagal mengenali kata baru padahal dia baru saja membacanya di 2 – 3 baris sebelumnya. Pada anak yang lebih kecil, sering juga terjadi keterbalikan membaca yang umum – p, b, d; saw menjadi was, dsb.
Karenanya, dari beberapa faktor di atas ini dapat dilihat bahwa membaca dapat menjadi masalah dan sering mengakibatkan perilaku menghindar (avoidance behaviours).Anak usia 8 tahun keatas seringkali menunjukkan faktor-faktor lain yang pada dasarnya penting untuk perkembangan berikutnya. Dengan kata lain anak seumur ini diharapkan dapat melakukan. Dua bidang yang signifikan adalah adanya ketetapan bentuk (form constancy) dan daya ingat urutan visual (visual sequential memory) (jangka panjang). Agar dapat melengkapi tes yang mencakup dua hal tersebut, diperlukan kemampuan kognitif yang lebih tinggi karena jawaban tidak tercantum secara jelas pada teks.
Kesulitan dalam bidang-bidang ini sering mempengaruhi bidang lain :
- Bahasa (language) – pada umumnya anak tidak dapat melengkapi tes komprehensif di mana jawaban harus diperoleh melalui pengambilan kesimpulan (inference).
- Matematika – anak mungkin menunjukkan kemampuan dalam hal tugas penambahan, dsb. Tetapi tidak dapat mengintrepretasikan jika sudah ditulis dalam bahasa rumus tertentu.
- Keterampilan sosial – secara sosial, anak mengalami kesulitan memahami peraturan dalam permainan, dan pengertian dari isyarat non-verbal.
Pada prakteknya, Occupational Therapist dan Speech Pathologist bekerjasama
dengan anak memberikan terapi bahasa dan proses visual. Kesulitan menulis juga
dapat dihubungkan dengan bidang ini. Anak-anak mengalami kesulitan dalam
melihat kesamaan antar huruf dan cenderung melihat setiap huruf sebagai
karakter yang berdiri tersendiri. Misal : b d f h l t semuanya memiliki
punggung yang tegak. Selain itu, dalam menulis halus juga terdapat masalah
karena ketidakmampuan anak mendeteksi sambungannya. Secara luas, kesemua hal di
atas ini konsisten dengan yang dianggap sebagai executive function (E.F) yang
disebut-sebut dalam literatur (CHADD Conf. Oktober 99).
•
Motor
Dua pola umum seringkali ditemui saat assessment :
Dua pola umum seringkali ditemui saat assessment :
- Kebingungan antara Kiri-Kanan (L-R Confusion) atau kebingungan menetap dalam menggunakan dua tangan secara bersamaan (persistence of ambidexterity hand confusion). Anak-anak dengan masalah ini lebih cenderung mengalami kesulitan belajar. Di samping itu, mereka juga akan mengalami kesulitan dengan kegiatan yang memerlukan 2 tangan, misal : mengendalikan halaman, membuat stabil kertas dengan tangan yang tidak dominan.
- Motor Dyspraxia – ketidakmampuan mengorganisasikan / mengurutkan ketrampilan motorik, misal : lari, lompat, menangkap bola. Anak dengan tipe ini lebih cenderung ’kikuk’ / ’ceroboh’ (clumsy) dan mempunyai kesulitan di bidang motorik kasar dan halus.
Penanganan
dan Strategi
Karena
kemampuan fungsi kurang bekerja dengan baik, terapi dilihat sebagai mengajarkan
dan memperkuat strategi sebagai kompensasi. Bagi kebanyakan dari kita, secara
otomatis kita menggunakan alat bantu atau strategi yang dapat meningkatkan atau
mengurangi frustasi kita dalam rangka meningkatkan hasil kerja. Kita sekarang
tahu bahwa sangat sering populasi ini mempunyai kesulitan mengevaluasi hasil
kerja. Keadaan ini sering memberi pengaruh yang nyata dalam hal bagaimana
tugas-tugas diajarkan dan strategi diaplikasikan karena anak-anak ini cenderung
lebih merupakan pemikir yang harafiah dan konkret. Karena itu mereka memerlukan
:
- Tingkatan atau derajat reinforcement yang tinggi dan spesifik dengan tugas yang dilakukan.
- Instruksi yang spesifik. Saya ingin mata kamu melihat ke mata saya. Bila instruksinya hanya “Lihat Saya“, respons yang diberikan anak kemungkinan tidak seperti yang diharapkan.
- Reinforcement verbal harus spesifik tugas – “bagus cara kamu menggerakkan bahu dan siku” dibandingkan dengan komentar seperti ‘anak baik’ (‘good boy’ atau ‘good girl’).
- Langkah-langkah untuk mencapai keterampilan tertentu / penguasaan harus dibagi menjadi langkah kecil dan bertambah sedikit demi sedikit.
- Pengulangan
- Konsekuensi – coba lagi – dimana anak diperkenalkan dengan konsep kendali mutu (quality control), misal menggunakan skate board melalui halangan-halangan, kalau sampai ada yang tertabrak mulai lagi dari awal.
- Memberikan reinforcement / penguat respons yang hampir benar dalam melakukan tugas, misal : “Wow, hebat ya kantongnya masuk karena kamu pakai matamu untuk melihat!“
Tujuan
penggunaan strategi adalah untuk mencapai sukses dalam mengerjakan tugas yang
akan berdampak pada rasa percaya diri anak. Kesulitan yang dihadapi sifatnya
sering membuat anak merasa kewalahan dan frustasi sehingga menyebabkan anak
menyerah dan atau belajar untuk merasa tak berdaya. Untuk anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme, assassment tidak selalu sukses karena tergantung dari
derajat minat anak atau perilaku dan juga hal-hal lain yang mungkin dapat
ditentukan saat sesi observasi dalam terapi. Strategi yang digunakan untuk
terapi tetap sangat cocok, tetapi anak pada awalnya perlu lebih banyak struktur
untuk membantu mengatasi kesulitan dalam bidang bahasa dan pemahaman. Akhirnya,
dengan memahami penyebab dasar masalah, kita memperoleh informasi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan efektifitas terapi dan remediasi.
0 comments:
Post a Comment