Penatalaksanaan Gangguan Belajar Pada Anak
7:51 AM Edit This 0 Comments »
Penatalaksanaan Gangguan Belajar Pada Anak
oleh dr Ika Widyawati, SpKJ
Pendahuluan
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita dapat
sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya
manusianya sendiri, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat
pendidikannya. Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat
pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana dan prasarana seperti tempat
pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang
menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting
lain yang berasal dari dalam sumber daya manusianya sendiri, yaitu faktor
kecerdasan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu
- faktor internal (dari dalam diri anak itu sendiri)
- faktor eksternal (faktor luar).
Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya,
yang terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya
faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan.
Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang
dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak
tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak
dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan
dalam tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam
bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya.
Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena
rnempunyai dampak yang cukup besar pada turnbuh kembang anak bila faktor ini
mengalami masalah.
Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan
mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat mengakibatkan perkembangan anak
terganggu, termasuk kecerdasannya.
Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal
sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan Otak (1,2)
Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal,
masa pasca-natal, masa dewasa dan usia lanjut. Pada rnasa awal periode
perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan
sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak
yang sangat cepat. Bahkan pada anak usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan
metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-11
tahun.
Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar
untuk memperbaiki diri (plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan
kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden age/usia emas.
Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang,
namun kekuatannya makin meningkat, sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya
kini slap dipraktekkan.
Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi.
Potensi yang ada pada seorang anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini
kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah tergantung dari
stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.
Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan
sarafnya, namun setiap sel saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan
antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.
Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
- Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.
- Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain.
- Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteron-estrogen, lithium.
- Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin.
- Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk.
- Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat.
- Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan, panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali, riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, defisit intelektual.
- Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi
- Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk, terjadi sebelum umur janin 24 hari)
- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).
Pada masa pascanatal:
Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen
di otak, yang berdampak pada kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi
mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku. Infeksi yang
menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi
virus ini menyebabkan radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan
penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental maupun kemunduran
taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang
selaput otak atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara
klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran, maupun gangguan
perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah
sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya.
Sering mereka mengalami reaksi stres atau gangguan penyesuaian, akibat
terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
Penyakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat
menyebabkan kelainan neurologik dan gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap
serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi dari sel
saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak
menderita kejang, semakin banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf
pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial, perasaan malu
dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak
ditemukan retardasi mental.
Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun
mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda
apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat bereaksi
terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi
membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga
anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun kronik,
anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan jaringan otak, ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar
kepala.
Anemia kekurangan zat besiyang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan
perkembangan baik fisik maupun mental.
Berbagai kondisi yang dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan
emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya
a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah
rata-rata atau yang disebut retardasi mental, yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna
ii) Perilaku adaptif terganggu
iii) Timbul sebelum usia 18 tahun
Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk
belajar juga terbatas
dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di
kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya yang terbatas itu.
Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini,
cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan
kesalahan pada orang lain atau bahkan semakin menuntut anak itu dengan
memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk
belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek,
dibandingkan dengan anak lain.
Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan
marah timbul dalam dirinya, balk terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan
dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan
tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan perkembangan
anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat
perkembangannya.
b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami
kesulitan belajar dalam situasi pendidikan bagi anak rata-rata. Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di
sekolah, sisa waktu ia pakai untuk mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi
lebih menarik dibanding pelajarannya. Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran.
Prestasi akademiknya akan menjadi buruk, dalam kondisi demikian baik guru
maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini.
Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar.
Akibat selanjutnya adalah anak jadi semakin malas belajar, menghindar untuk
belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua masalah di
atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta
sikap orang tua dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.
2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning
readiness). Kemampuan untuk belajar menulis, membaca dan berhitung berkembang
bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan.
Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf
kematangan yang diperlukan untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :
a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh
lingkungannya.
Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di
sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang terlalu lama dan melaksanakan tugas yang
diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang wajar,
anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat
sampai pada taraf siap belajar, ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar
antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa
diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang
kurang menyenangkan berkenaan dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana
belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan belajarnya itu
muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang
menyenangkan terhadap belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang
berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan mengajar anak dengan
paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode
yang diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan
hanya mengejar target prestasi sekolah tapi pikirkanlah target prestasi yang
mampu dicapai si anak.
3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang
berhubungan dengan proses belajar.Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting
dalam pendidikan seorang anak.Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan
untuk memperoleh sesuatu yangmenyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha
belajar anak diarahkan untuk menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:
Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha
belajar itu diasosiasikan dengan hal yang menyenangkan. Sebaliknya cara b)
cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena
anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi
ini bila dibiarkan akan dapat berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel
terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul sebagai
akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan
pernah baik, sehingga dapat menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari
yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing oleh guru yang
berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya
tentang belajar. Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.
4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.
Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi
daiam konteks hubungan antar manusia. Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian
tertentu, timbul karena berbagai motif. Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun
dengan teman sebaya. Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan
pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di sekolah. Khususnya guru-guru
kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar,
merupakan figux utama yang mencerminkan `orang luar numah’, dan perantara utama
yang membantu dan membimbing anak memasuki `dunia luar rumah’. Hendaknya mereka
itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang bijak, dan bukan
sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus
diwarnai oleh rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan
mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi seperti guru.
Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang
perlu diperhatikan dalam pergaulan. Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif
untuk bersaing antar ternan, dapat meningkatkan atau menghambat gairah belajar. Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat
menimbulkan permasalahan dalam proses belajar. Situasi keluarga yang kurang
harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga orang tua
yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat
gairah belajar anak menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi
arena `pertempuran’ antara anak dan orang tua. Rasa kecewa dan marah terhadap
orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar
secara sadar atau tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua.
Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang
tua-anak, melalui terapi individual untuk anak dan terapi keluarga untuk semua
anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang
intensif.
5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat
berupa gangguan cemas masa kanak atau remaja, gangguan depresi pada anak dan
remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan
perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya
itu. Konflik mental yang biasanya dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan
cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu berkonsentrasi,
daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya
itu ditarik untuk menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi
secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan melakukan pendekatan
individual.
6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan
permasalahan pada emosi dan perilakunya. Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha
mencapai sesuatu. Mereka cepat meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak
menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh.
Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak’,
`harus mikir’, `capai’ dsb. Mereka cenderung mengandalkan orang lain dan kurang
memiliki rasa tanggung jawab.
Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):
- Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.
- Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
- Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini biasanya memicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
- Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar
anggota keluarga akan berjalan sesuai fungsinya kembali, disamping terapi
individual untuk anak.
Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan
yang paling efektif adalah yang:
- Konsisten
- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik
- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang hangat dan penuh cinta kasih.
7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5∞6)
Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian
dan hiperaktif serta impulsif yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya.
Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia tidak dapat
lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik.
Kondisi ini dapat di dasari oleh kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan
melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat diam.
Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan
pada kondisi yang didasari oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan
gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu, jadi dapat
muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan
lingkungannya tidak terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan
farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.
Autisme masa
kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya
gangguan komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit
mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering meningkat tidak terkendali,
gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan
sering muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi
ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah.
Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena
tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang lebih dominan. Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.
9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat.
Permasalahan yang muncul sangat kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga
sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak dengan para
terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat
perhatian khusus, sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.
Pemeriksaan yang Diperlukan(2)
Sebagairnana sudah kita bicarakan di atas, semua permasalahan yang muncul dalam
bentuk kesulitan belajar dan dampaknya pada prestasi belajar anak, tidaklah
berdiri sendiri melainkan hanya salah satu dari beberapa gejala suatu sindroma
sebenarnya latar belakang dari kesulitan tersebut.
Untuk itu diperlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut, meliputi:
Pemeriksaan fisik/neurologis untuk memeriksa apakah ada kemungkinan kelainan
organik yang mendasari kesulitan belajar itu.
- Pemeriksaan psikiatris dan berbagai aspek psikososial lainnya untuk melihat adanya kemungkinan konflik kejiwaan, persoalan-persoalan dalam hubungan keluarga dan hubungan dengan orang lain disekelilingnya, cara mendidik dsb. yang berperan dalam kesulitan itu.
- Pemeriksaan psikometris untuk mengetahui taraf kecerdasan serta potensi yang dimiliki anak.
Hal itu diperlukan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan pengertian
yang mendalam mengenai
keadaan anak tersebut, sehingga dapat direncanakan suatu penatalaksanaan yang
komprehensif dan
terpadu, baik untuk anaknya sendiri maupun untuk keluarga.
DEFINISI GANGGUAN BELAJAR: Learning Disorders= LD (Diagnostic & Statistical
Manual of Mental Disorders [DSM-IV):(2&4)
Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang
membaca, maternatik, atau menulis di bawah hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik
dan inteligensinya. Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan
aktivitas sehari-hari. Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus
sekolah (1,5 X populasi umur).
Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan
adaptasi sosialnya. Orang dengan LD mempunyai proses kognitif yg abnormal:
kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.
Jenis jenis Kesulitan Belajar ( LD ):
-Gangguan membaca (Disleksia)
-Gangguan matematik (Diskalkulia)
-Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
-Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik
-Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan
inteligensi anak.Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat &
tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.∑ 4% dari anak usia sekolah di
AS; anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuanGangguan. emosi & perilaku
yang sering menyertai: ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)
Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan
dan inteligensi anakCiri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
- linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),
- perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
- matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
- atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
- Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
- Anak perempuan > anak laki-laki
- Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
- Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan
inteligensi anakBanyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan
tulisan yang buruk (cakar ayam)Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 SD Rasa
frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan
munculnya gangguan depresi yang kronis
Bagaimana Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Terpadu Itu ? (2-3,4)
Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri
sendiri, ia mempunyai keterkaitan yang erat dengan semua anggota keluarga,
berikut semua permasalahan yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan pada
anak merupakan suatu tanda adanya bentuk ‘permasalahan’ lain dalam keluarga
itu, yang mungkin belum muncul ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak
menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini diperlukan
suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater
anak, dokter rehabilitasi medik), tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial,
ahli terapi wicara, okupasi, fisioterapis, petugas sosial.
Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara
pengobatan di bawah ini perlu dipertimbangkan:
Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada
- Stimulan: methylphenidate
- Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.
- Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine, Sertraline), RIMA (Moclobomide).
- Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.
Psikoterapi :termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.
Terapi lainnya :termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi &
fisioterapi.
Kesimpulan Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat
kompleks baik penyebab maupun penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim
terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter
rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis
dan tenaga pendidik/remedial yang dapat mengatasi permasalahan gangguan belajar
ini secara komprehensif dan terpadu.
Daftar Pustaka
- Gordon MF: Normal Child Development. In Comprehensive Texbook of Psychiatry
Vol. II, seventh edition,
Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia,
2000
- Kaplan HI, Sadock BJ: The Brain and Behavior. In Synopsis of Psychiatry,
Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, eight edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia,
1998
- Sameroff AJ, Lewis M, Miller SM: Handbook of Developmental Psychopathology,
second edition. Kluwer
Academic/Plenum Publishers, New York, 2000.
- Spagna ME, Cantwell DP, Baker L: Learning Disorders. In Comprehensive Texbook
of Psychiatry Vol. II, seventh
edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, 2000.
- McCracken JT: Attention-Deficit Disorders. In Comprehensive Texbaok of
Psychiatry Vol. II, seventh edition,
Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia,
2000.
- Pliszka SR, Carlson CL, Swanson JM: ADHD with Comorbid Disorders, Clinical
Assessment and Management.
The Guilford Press, New York, 1999.
- Volkmar FR, Min A: Pervasive Developmental Disorders. In Comprehensive
Texbook of Psychiatry Vol. II,
seventh edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia, 2000.
0 comments:
Post a Comment