Kesulitan Belajar
7:47 AM Edit This 0 Comments »
(kesimpulan) Masalah belajar
merupakan salah satu masalah penting yang timbul pada anak usia sekolah,
mencakup masalah yang timbul saat belajar di sekolah maupun di luar sekolah.
Anak dengan kesulitan belajar mempunyai intelegensi yang bervariasi. Banyak
anak dengan Intellegence Quotient (IQ) umumnya normal bahkan tinggi mempunyai
prestasi belajar yang rendah. Ini disebabkan oleh banyak faktor seperti
motivasi yang kurang, gangguan emosi dan situasi keluarga yang tidak mendukung.
Kesulitan belajar merupakan kumpulan gangguan yang bervariasi manifestasinya,
berupa kesulitan dalam memperoleh dan menggunakan kemampuan mendengar,
berbicara, membaca, menulis, berpikir dan berhitung. Gangguan ini bersifat
organik dan berhubungan dengan disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP).
Kesulitan belajar bisa juga berarti adanya psikopatologi perkembangan kognitif
dan gangguan perkembangan mental yang terbatas, tetapi banyak pula dijumpai
kesulitan belajar karena gangguan neurologi yang mendasari seperti epilepsi,
cerebral palsy (CP), Disfungsi Minimal Otak (DMO), dan lain-lain.
Kesulitan belajar ada banyak jenis seperti disfasia, disleksia, diskalkulia,
dispraksia, gangguan pemusatan perhatian, autis, dan gangguan memori karena
terjadi gangguan pemrosesan pada SSP. Salah satu kesulitan belajar yang
spesifik dan paling banyak mendapat perhatian adalah kesulitan membaca atau
disleksia karena kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar untuk memperoleh
kepandaian skolastik lainnya.
Semua gangguan diatas dimasukkan dalam DMO karena lesinya minimal sehingga
tidak nampak pada neuroimaging tetapi terlihat sebagai gangguan fungsional dan
sering diikuti adanya gangguan perilaku dan gangguan belajar. Dalam praktek
sering dijumpai kesulitan belajar pada bidang yang satu bisa juga berhubungan
dengan bidang yang lainnya. Karena itu dapat dilakukan pemeriksaan khusus
dengan ”tes kecepatan membaca” sebab kesulitan membaca (disleksia) tidak
berdiri sendiri tetapi bisa timbul bersama dengan gejala lain dan membaca
merupakan kemampuan dasar.
Kesulitan belajar sudah diketahui sekitar 100 tahun yang lalu. Bahkan sejak
tahun 1960 istilah kesulitan belajar digunakan sebagai identifikasi pada anak
dengan kesulitan membaca (disleksia), DMO, hambatan persepsi, disfungsi
persepsi motorik, gangguan bahasa spesifik serta prestasi belajar rendah
dibidang tertentu. Seseorang disebut menderita kesulitan belajar bila prestasi
belajarnya berada jauh dibawah yang diharapkan dan tidak sesuai dengan tingkat
intelegensinya.
Kesulitan belajar merupakan kumpulan dari gangguan heterogen yang bisa timbul
berupa gangguan bahasa lisan, bahasa baca, bahasa tulis, juga berhitung. Dalam
praktek sering dijumpai kesulitan belajar pada bidang yang satu bisa juga
berhubungan dengan bidang yang lainnya.
Diketahui penyebab kesulitan belajar berhubungan dengan banyak hal. Beberapa
teori mengatakan, kesulitan belajar disebabkan oleh gangguan struktural dan
fungsi otak yang minimal dan disebut DMO. Anak dengan DMO mempunyai
intelegensia bervariasi, mulai dari mendekati rata-rata, rata-rata atau diatas
rata- rata (tinggi) dan disertai kesulitan belajar spesifik atau kelainan
perilaku, juga penyimpangan fungsi SSP.
DMO seringkali tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan alat canggih seperti CT
scan kepala, MRI, dan PET Scan karena yang terganggu terjadi ditingkat sel
seperti akson, dendrit dan neurotransmiter. Pemeriksaan diagnostik pada DMO
yang paling sesuai adalah pemeriksaan neuropsikologik melalui wawancara dan tes
khusus, yang juga diikuti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa EEG
dan Brain mapping.
Kesulitan belajar dipengaruhi juga oleh gangguan pada pemusatan perhatian, daya
ingat, serta aspek-aspek lain yang juga turut berpengaruh seperti:
- Status Perkembangan Otak.
- Status Panca indra
- Status Lingkungan Psikososial
The Federal Register United State
Office Of Education (1977) membuat patokan dalam menentukan kesulitan belajar
yaitu apabila terdapat ketidak cocokkan yang berat antara prestasi belajar yang
dicapai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki dalam satu atau lebih bidang
seperti ekspresi oral, komprehensi mendengar, ekspresi tertulis, kecakapan
membaca dasar, komprehensi membaca, kalkulasi matematik dan penalaran
matematik.
DEFINISI
Ketidakmampuan atau tidak bisa belajar karena gangguan-gangguan neuropsikologik
dan yang terganggu adalah proses internal belajar serta penyebabnya karena
gangguan mekanisme yang terjadi di otak.
Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan untuk menggabungkan satu fungsi
modalitas dengan modalitas yang lain dan ketidakmampuan untuk mengkonversikan
informasi sehingga terjadi defisit pada kemampuan akademik di bidang motorik,
persepsi, bahasa, kognitif dan sosial.
SEJARAH
Sejarah kesulitan belajar dibagi menjadi empat fase oleh Wiederholt (1974) dan
Lerner (1988).
- Fase pertama (foundation phase) tahun 1800-1930,
penelitian tentang otak oleh Paul Broca (1861), Hinshelwood (1917) dan
Goldstein (1939), yang menjadi dasar para pakar untuk menghubungkan
kesulitan belajar dengan fungsi dan disfungsi otak.
- Fase kedua (transition phase) tahun 1930-1960,
penyelidikan klinis pada anak kesulitan belajar untuk mencari cara dalam
mengajar. Fernald (1943) dan McGinnis (1963) pelopor dalam membuat dasar
bagaimana menangani anak-anak kesulitan belajar, yang dilanjutkan oleh
Cruickshank, Barsch, Frostig, Kephart, Kirik dan Myklebust.
- Fase ketiga (integration phase) tahun 1960-1980
meliputi perkembangan program untuk anak kesulitan belajar di sekolah dan
ditemukan cara diagnostik medik, juga menentukan kemungkinan penyebab
kesulitan belajar.
- Fase keempat (contemporary phase) tahun 1980 sampai
sekarang, Pengembangan upaya untuk penanganan kesulitan belajar pada anak
sampai dewasa melalui komputerisasi mengingat meningkatnya usia yang
mengalami kesulitan belajar.
INSIDENSI DAN PREVALENSI
Secara keseluruhan kesulitan belajar pada anak usia sekolah mempunyai insidensi
yang bervariasi, kurang lebih 3-7% pada anak usia sekolah. Di negara maju
seperti Amerika Serikat dan Eropa insidens kesulitan belajar kurang lebih
10-15% dari populasi anak sekolah. Insidensi pada anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan pada anak perempuan sebesar 8:1. Prevalensi dari kesulitan belajar
juga sangat bervariasi, di Amerika Serikat melalui data National Health
Interview Survey (1988) didapatkan 6,5% pada anak usia sekolah dan pada tahun 2001
meningkat menjadi 7,7%. Melalui penelitian epidemiologik menemukan kesulitan
membaca pada lebih dari 90% dari keseluruhan kesulitan belajar non psikiatrik.
Di Indonesia belum ada laporan mengenai prevalensi kesulitan belajar diduga
secara keseluruhan sebanyak 6-12% pada anak usia sekolah. Di Semarang, sebanyak
11,4% pada anak usia sekolah. Dan yang menderita kesulitan membaca (disleksia)
sebanyak 1,7% sedangkan yang gabungan antara disleksia, disfasia, dan
diskalkulia sebesar 18,6%.
ETIOPATOGENESIS
Perkembangan otak manusia berlangsung secara bertahap dan terjadi sejak di
dalam kandungan mulai masa pra natal sampai pasca natal, masa dewasa dan usia
lanjut. Periode perkembangan otak dimulai saat usia 2-4 bulan dan mencapai
puncak pada usia 8 bulan, dimana bayi mulai menyadari lingkungan di sekitarnya
sehingga akan terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat.
Pada usia 2 tahun jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak mencapai dua
kalinya dari orang dewasa dan menetap pada usia 10-11 tahun. Otak yang sedang
berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri
(plastisitas) dan untuk mengadakan kompensasi baik yang disebabkan faktor
eksternal maupun internal sehingga masa ini disebut Golden Age.
Menjelang remaja sekitar usia 18 tahun plastisitas otak akan berkurang tetapi
kekuatannya akan meningkat. Ini dipengaruhi juga oleh faktor genetik dan
lingkungan. Pada orang dewasa sel-sel otak tidak dibentuk baru lagi tetapi tiap
sel dapat mengadakan cabang baru dan berhubungan antar sel saraf sebagai
kompensasi adanya sel-sel yang rusak. Penyimpangan fungsi SSP dapat disebabkan
karena faktor genetik, biokimiawi, penyakit atau cedera kronis saat masa
perkembangan dan maturasi sel saraf juga kejadian saat perinatal.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kesulitan belajar.
- Masa Pranatal: Kelainan kromosom dan genetik; Infeksi
intra uterine; Obat-obat yang bersifat teratogenik; Stres maternal yang
berhubungan dengan hormon stres seperti kortikosteroid; Ibu hamil dengan
kecemasan tinggi; Kondisi ibu saat hamil seperti DM, gangguan endokrin,
malnutrisi, ketergantungan obat dan zat, merokok, hiperemesis gravidarum;
Ibu hamil pemakai alkohol.
- Masa Pascanatal: Proses kelahiran yang lama dan sulit
menyebabkan hipoksi otak; Infeksi Susunan Saraf Pusat; Penyakit kronik dan
intermiten seperti epilepsi bila semakin sering kejang dan semakin muda
usia saat onset maka semakin banyak gangguan pada SSP; Gangguan gizi dan
anemia zat besi kronik; Gangguan penglihatan dan pendengaran; Gangguan
karena penyakit kronik lain; Faktor psikososial.
SIMTOMATOLOGI
Keluhan yang sering diungkapkan oleh orang tua yang mempunyai anak kesulitan
belajar sangat bervariasi dan berhubungan dengan DMO serta usia anak pada saat
itu sehingga tidak ditemukan gangguan neurologi. Kepekaan orang tua dan guru
sangat membantu dalam detaksi dini.
Gejala klinis yang terlihat pada anak dengan kesulitan belajar bisa berdiri
sendiri atau saling berhubungan/kombinasi seperti: sulit bicara, terlihat
pendiam, sulit membaca dan menulis, sulit berhitung/matematika, sulit
menggambar atau tidak trampil, sulit memusatkan perhatian dan gangguan memori.
Gejala dan tanda:
Anak pra-sekolah
- Keterlambatan bicara dibanding usianya/kesulitan dalam
pengucapan kata
- Kemampuan penguasaan jumlah kata minim atau sulit
menemukan kata yang sesuai untuk suatu kalimat
- Sulit mempelajari dan mengenali angka, huruf, nama-nama
hari
- Sulit menghubungkan kata dalam suatu kalimat
- Gelisah, mudah teralih perhatian dan menghindari
permainan ”puzzles”
- Sulit interaksi dengan anak seusianya
- Sulit mengikuti suatu petunjuk/rutinitas tertentu dan
menghindari pelajaran menggambar/prakarya
Anak usia sekolah
- Kemampuan daya ingat buruk
- Selalu membuat kesalahan konsisten dalam mengeja dan
membaca seperti ; b dibaca d, m dibaca w dan kesalahan transposisi
seperti: roda dibaca dora
- Lambat mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi
pengucapannya
- Bingung dengan oprasionalisasi tanda dalam matematika
misalnya membedakan tanda (+) dan (-), atau tanda (+) dan (x).
- Sulit mempelajari ketrampilan baru, terutama yang perlu
daya ingat
- Sangat aktif, tidak mampu menyelesaikan tugas secara
tuntas
- Impulsif
- Sulit konsentrasi atau perhatian mudah teralih
- Sering melakukan pelanggaran disekolah dan dirumah
- Tidak bertanggung jawab terhadap kewajiban
- Tidak mampu merencanakan kegiatan sehari-hari
- Problem emosional (murung, acuh, cepat tersinggung,
menyendiri)
- Menolak bersekolah
- Kesulitan mengikuti petunjuk/rutinitas tertentu
- Tidak stabil dalam menggenggam pensil/pen
- Sulit mempelajari pengertian tentang hari/waktu.
JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR
Berdasarkan aspek klinis dan pengelolaannya serta banyaknya kasus yang
ditemukan, maka terdapat berbagai jenis kesulitan belajar dan yang akan di
teliti saat ini adalah kesulitan membaca (disleksia).
Disfasia
Definisi : Terdapat kelainan pada fase perkembangan bahasa dan bicara, dimana
kemampuan produksi bicara mengalami kelambatan dibandingkan dengan kemampuan
pemahaman.
Disfasia terjadi karena adanya gangguan pada proses transisi dari observasi obyek,
perasaan, pikiran, pengalaman atau ide terhadap kata yang diucapkan. Disfasia
dapat terjadi sejak dalam kandungan, dimana yang lebih terganggu adalah bahasa
ekspresif, sehingga anak lebih mengerti apa yang dikatakan kepadanya dari pada
yang akan diucapkannya. Gangguan bicara dapat sekunder karena gangguan
pendengaran, retardasi mental, gangguan psikiatri dan lingkungan yang tidak
menunjang.
Perkembangan bicara-bahasa bervariasi pada masing-masing individu karena
dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya genetik, jenis kelamin (banyak pada
anak laki-laki), kerusakan otak saat pranatal dan perinatal. Penyimpangan
biasanya pada otak bagian kiri tetapi ada beberapa pada otak kanan, korpus
kalosum atau lintasan pendengaran.
Disfasia merupakan kelainan penting yang sering menjadi basis dari gangguan
lain seperti disleksia, disgrafia, dan diskalkulia, juga dapat muncul bersama
dengan dispraksia dan Gangguan Pemusatan Pikiran (GPP).
Diskalkulia
Merupakan gangguan fungsi berhitung atau aritmatika, sehingga kemampuan
berhitung anak menjadi dibawah rata-rata usianya. Umumnya diskalkulia spesifik
apabila kuosien perkembangan untuk berhitung rendah, serta IQ dan aspek dalam
bidang lain lebih tinggi. Kemampuan dalam berhitung dipengaruhi oleh genetik
dan kerusakan otak sebelumnya. Untuk kecakapan menghitung kedua hemisfer
diperlukan, juga bahasa, perseptual, perhatian dan daya ingat (memori).
Diskalkulia murni sering disebut diskalkulia sentral yang meliputi gangguan
pemahaman numerik dan pengertian tentang tata kerja/mekanisme aritmatika
sebagai faktor sentral gangguan fungsi berhitung. Diskalkulia tidak murni atau
diskalkulia marginal disebabkan disfungsi lain seperti perkembangan berbahasa,
perseptual, perhatian dan daya ingat (memori).
Dispraksia
Gangguan motorik yang penting pada DMO, karena dapat menimbulkan kesulitan
belajar dan tingkah laku. Anak kecil yang tidak dapat belajar tentang gerakan
kompleks dan tidak trampil secara optimal disebut dispraksia, sebagai contoh
gerakan dalam menyikat gigi, memakai baju, menulis, bicara, main piano, dan
berakting.
Dispraksia bisa timbul secara terpisah atau sebagai bagian dari retardasi yang
luas seperti tampak pada gangguan bahasa-bicara pada anak kesulitan belajar di
usia sekolah. Dispraksia berpengaruh pada kehidupan sehari-hari seperti
bermain, olahraga, menulis, pekerjaan rumah tangga serta perkembangan emosional
anak. Pada dispraksia tidak boleh terdapat gangguan motorik elementer seperti
paresis, diskinesia, ataksia dan sensorik. Dispraksia dapat terjadi dan berhubungan
dengan anggota badan lain seperti korporal, postural atau manual (tangan) juga
dapat mengenai oral/mulut dan wajah.
Gangguan Pemusatan Perhatian (Attension Defisit Hiperaktif & Disorder)
Attension Defisit Hiperaktif & Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku
yang ditandai gangguan pemusatan perhatian (inattentiveness), prilaku impulsif
dan dapat disertai aktivitas berlebihan (overactivity/ hyperactivity) yang
tidak sesuai dengan umurnya. Gangguan ini juga disebut gangguan dalam
pengolahan informasi.
ADHD ditemukan sekitar 4-12% pada anak sekolah. Anak laki-laki lebih banyak
yaitu 9,2% dan anak perempuan 2,9%. ADHD menyebabkan gangguan jangka panjang
dalam kemampuan akademik, perkembangan, sosial, emosi dan pekerjaan di
masyarakat sehingga memberi dampak pada penderita, keluarga dan masyarakat.
Etiologinya heterogen dengan bermacam-macam patogenesisnya, ada pendapat karena
kelainan anatomi, aktivitas bahan kimia di otak, penurunan aktivitas listrik
diotak dan genetik. Manifestasi klinis tidak selalu sama dapat berupa gangguan
pemusatan perhatian, impulsiv dan hiperaktifitas.
Diagnosis tergantung dari sudut mana penderita dinilai, biasanya dengan
pemeriksaan penunjang seperti EEG, PET, CT scan, dan neurokimia. ADHD dapat
dibagi menurut jenis, sebab, dan penampilan. Pada pemberian terapi terdapat
banyak perbedaan, tergantung gambaran klinisnya.
Gangguan Memori
Gangguan memori merupakan kelainan kognitif yang cukup banyak ditemukan. Memori
itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari proses belajar karena berhubungan
dengan proses pemeliharaan dan mengingat kembali informasi atau pengalaman yang
sudah direkam. Memori mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kamus (menemukan kata)
dan ensiklopedi (memberi arti pada kata). Karena itu memori sangat penting pada
semua proses termasuk membaca. Memori dapat dibagi menjadi:
- Memori segera. Daya pengingat kembali rangsang yang
diterima beberapa detik lalu dan perlu konsentrasi.
- Memori baru. Rangsangan yang diterima memori baru dan
disimpan untuk waktu agak lama bisa beberapa menit, jam, hari. Ini
berhubungan dengan kemampuan belajar hal baru. Kesulitan belajar biasanya
berhubungan dengan memori baru.
- Memori lama. Daya ingat kembali peristiwa yang sudah
lama terjadi, seperti masa kecil dan masa remaja. Biasanya dapat terganggu
pada tahap yang lebih berat.
Gangguan memori digolongkan menjadi:
- Gangguan memori auditorik. Gangguan memori yang
pemrosesannya melalui indra pendengaran. Pada gangguan memori jangka
pendek menyebabkan berkurangnya pencetakan memori, dan pengungkapan
kembali. Pada gangguan memori jangka panjang ditandai kegagalan mengingat
angka yang banyak. Umumnya anak dengan gangguan memori jangka panjang
masuk ke sekolah khusus.
- Gangguan memori visual. Gangguan memori yang diproses
melalui indra penglihatan. Anak dengan gangguan ini akan mempunyai masalah
kognitif lain seperti membaca, visuospasial, dan pemusatan perhatian
visual.
- Gangguan memori auditorik dan visual. Merupakan
gabungan dari kedua gangguan diatas dan banyak ditemukan pada anak ADHD.
Disleksia
Pada disleksia atau kesulitan membaca merupakan kelainan yang akan diteliti
saat ini. Disleksia adalah kesulitan belajar membaca, menulis dan mengeja tanpa
gangguan sensorik perifer, intelegensia rendah, lingkungan yang kurang
menunjang, masalah emosional primer atau kurang motivasi. Beberapa definisi
disleksia yang relatif konvensional adalah kesulitan belajar membaca.
Disleksia perkembangan merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak
yang terjadi sepanjang rentang hidup. Disleksia dianggap suatu defek yang
disebabkan karena gangguan dalam asosiasi daya ingat (memori) dan pemrosesan
sentral yang disebut kesulitan membaca primer. Untuk dapat membaca secara
automatis anak harus melalui pendidikan dan intelegensi yang normal tanpa
adanya gangguan sensoris.
Seperti kesulitan belajar lain yang disebabkan oleh DMO, disleksia bisa timbul
pada anak-anak yang amat cerdas atau kecerdasannya dibawah rata-rata. Jadi
tidak tergantung pada intelegensia tetapi banyak faktor yang mempengaruhi dan
sebagian besar faktor sudah ada sejak pra atau perinatal. Beberapa faktor
penyebab disleksia seperti genetik didahului disfasia, pengaruh hormonal
prenatal seperti testosteron, gangguan migrasi neuron, serta kerusakan akibat
hipoksi-iskemik saat perinatal di daerah parieto-temporo-oksipital.
Disleksia diklasifikasikan berdasarkan mekanisme serebral sebagai:
- Disleksia dan gangguan visual. Ini disebabkan adanya
gangguan fungsi otak di bagian belakang yang dapat menimbulkan gangguan
persepsi visual dan memori visual, sehingga anak membaca atau menulis
huruf yang bentuknya mirip sering terbalik, disebut juga disleksia
diseidetis /visual (Myklebust).
- Disleksia dan gangguan bahasa. Sering dijumpai dan
setengahnya dilatar belakangi disfasia pada masa sekolah, ini disebut
disleksia verbal atau linguistik yang ditandai dengan kesukaran dalam
diskriminasi atau persepsi auditoris sehingga anak sulit dalam mengeja dan
menemukan kata atau kalimat.
- Disleksia dengan diskoneksi visual-auditoris. Terjadi
akibat gangguan dalam koneksi visual-auditif, sehingga membaca terganggu
atau lambat. Dalam hal ini bahasa verbal dan persepsi visualnya baik.
Diduga terdapat disfungsi pada girus angularis kiri atau amigdala yang
disebut disleksia auditoris (myklebust).
SUMBER
Hartono B. Aspek neurologik dari
kesulitan belajar spesifik. Neurona majalah kedokteran Neuro-Sains. PERDOSSI.
Jakarta, vol 21, no 1, 2003.
Lumbantobing SM. Gangguan belajar. Dalam: Anak dengan mental terbelakang. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1997.
Bernal SJ, Barney TP, Mc Fadyen A, Prendergast M. Psychiatric services for
children and adolescents with a learning disability. Council report CR 70,
Royal college of psychiatrists. London, 2003.
Sidiarto LD. Aspek Neurologis Disleksia. Neurona majalah kedokteran Neuro
Sains. PERDOSSI. Jakarta, vol 14, no 3, 1997.
Royanto LRM. Identifikasi anak dengan disleksia. Dalam Kesulitan belajar
darimasa ke masa “deteksi dini & intervensi terkini”. dalam: Konferensi
Nasional Neurodevelopmental II. Jakarta, 2006.
Hartono B. Kesulitan belajar karena disfungsi minimal otak (DMO). Dalam:
Hadinoto S, Hartono B, Soetedjo (ed) Kesulitan belajar dan gangguan
bicara.Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang, 1991.
Saputro D. Pemeriksaan brain elektro activity mapping pada gangguan tingkah
laku anak. Jiwa. Indon Psychiat Quqrt ; XXXI 2: Jakarta,1998.
Sidiarto LD. Aspek neurologis anak-anak dengan disfungsi minimal otak. Neurona
majalah kedokteran Neuro-Sains. PERDOSSI. Jakarta, vol 14, no 1,1997.
Widyawati I. Deteksi dini kesulitan belajar. Jiwa, Indon pschiat Quart, XXX: 3,
Jakarta, 1997.
Kerr M. Improving the general health of people with learning disabilities.
Advances in psychiatric treatment, 2004, vol 10.
Sidiarto LD. Aspek neurologis anak-anak dengan kesulitan belajar. Neurona
majalah kedokteran Neuro-Sains. PERDOSSI. Jakarta, vol 8, 1990.
Njiokiktjien C, Panggabean R, Hartono B. Masalah-masalah dalam perkembangan
psikomotor. Semarang. Diponegoro university press – SUYI Publ Indonesia, 2003.
Siegel LS. Basic cognitive processes and reading disability. In: handbook of
learning disabilities. New York. The Guildford press, 2003.
Widyawati I. Penatalaksananan gangguan belajar. Dalam Penatalaksanaan gangguan
perkembangan dan belajar pada anak. Jakarta, Pertemuan ilmiah tahunan I
Perdosri, 2002.
Kusumoputro S. Pandangan umum disleksia. Neurona majalah kedokteran
Neuro-Sains. PERDOSSI. Jakarta, vol 14, no 3, april, 1997.
Kavale KA, Forness SR. Learning disability as a discipline. In: handbook of
learning disabilities. New York, the Guilford Press, 2003.
Boyle CA, Decoufle P, Yeargin A - Allsupp. Prevalence and Health impact of
developmental disabilities in US children. Develepmental disabilities branch,
enters for disease control and prevention. Atlanta, GA.
Hadisubrata MS. Meningkatkan intelegensi anak balita. Dalam pola pendidikan
untuk lebih mencerdaskan anak balita. Jakarta, BPK Gunung Mulia 1999.
Soejadmiko. Pentingnya stimulasi dini untuk merangsang perkembangan bayi dan
balita terutama pada bayi-bayi beresiko berat dalam: Konferensi Nasional
Neurodevelopmental II. Jakarta, 2006.
Binnie CD. Significance and management of transitory cognitive impairment due
to subclinical EEG discharges in children. Brain Development 15(1).
Kasteleijn, Nolst - Trenite DG. Transient cognitive impairment during sub
clinical epileptiform elektroencephalographic discharges. Semin pediatric
neurology. Dec, 2(4), 1995.
Tjahjadi MI, Sidiarto LD. Disfasia perkembangan. Neurona majalah kedokteran
Neuro-Sains. PERDOSSI. Jakarta, vol 11: 3, 1994.
Azwar S. Pengantar Psikologi Intelegensi. edisi II, yogyakarta, Pustaka Pelajar
Offset, 1999.
Manford M. Electroencephalography In: Practical Guide to Epilepsy, Burlington,
Butterworth – Heinemann: 2003.
0 comments:
Post a Comment